Rabu, 19 Februari 2020

Maria binti Syama’un

Maria Al-Qibthiyah

Maria binti Syama’un atau Maria orang Koptik (bahasa Arab: مارية القبطية‎, Maria al-Qibthiyah; meninggal 637) adalah seorang budak Kristen Koptik yang dikirimkan oleh Muqawqis, penguasa Mesir bawahan Kerajaan Bizantium, sebagai hadiah kepada nabi Islam Muhammad pada tahun 628. Menurut sebagian tokoh Islam, ia juga merupakan istri Muhammad, dan "Ibu Orang-orang Beriman" (Ummul Mukminin).

sumber lain seperti Ibnul Qayyim menyatakan bahwa ia hanya seorang selir. Ia merupakan ibu dari putra Muhammad yang bernama Ibrahim, yang meninggal ketika masih kecil. Saudaranya, Sirin, juga turur dikirimkan pula, dan Muhammad kemudian memberikannya kepada penyair muslim Hassan bin Tsabit.

DARI MESIR KE YASTRIB

Tentang nasab Maria, tidak banyak yang diketahui selain nama ayahnya. Nama lengkapnya adalah Maria binti Syama’un dan dilahirkan di dataran tinggi Mesir yang dikenal dengan nama Hifna, di salah satu kawasan Anshana di Mesir.  Ayahnya berasal dan Suku Qibti, dan ibunya adalah penganut agama Masehi Romawi. Setelah dewasa, bersama saudara perempuannya, Sirin, Maria dipekerjakan pada Raja Muqauqis.

Pada tahun ke-7 H/628, Rasulullah saw mengutus Hatib bin Abi Balta'ah membawa surat ke Muqawqis raja Mesir dan Iskandariyah dan menyerunya masuk Islam.

Raja Muqauqis menerima Hatib dengan hangat, namun dengan ramah dia menolak memeluk Islam, justru dia mengirimkan Maria, Sirin, dan seorang budak bernama Maburi, serta hadiah-hadiah hasil kerajinan dari Mesir untuk Rasulullah.

Bersama hadiah-hadiah ini Muqawqis juga menulis surat untuk Nabi saw yang mana pada salah satu penggalannya ditulis: "Saya telah menyambut baik utusanmu dan saya mengirim dua budak perempuan untukmu dari bumi agung Qibth yang memiliki kedudukan tinggi".Diriwayatkan bahwa Hatib bin Abi Balta'ah dipertengahan jalan mengenalkan Islam kepada mereka berdua dan mereka menjadi muslim.

Tabari, menceritakan kedatangan Maria dari Mesir sebagai berikut:

Pada tahun ini, Hātib b. Abi Balta'ah kembali dari Al-Muqawqis membawa Māria dan saudaranya Sīrīn, bagal betinanya Duldul, dan keledainya Ya'fūr, dan pakaian-pakaian. Bersama dua wanita Al-Muqawqis, telah dikirimkan kepadanya seorang kasim, dan surat tersebut ada padanya. Hātib telah mengajaknya masuk Islam sebelum akhirnya tiba bersama mereka, dan begitu pula Māria saudaranya. Rasulullah menempatkan mereka untuk sementara dengan Ummu Sulaym binti Milhān. Māria sangat cantik. Nabi mengirim saudaranya Sīrīn kepada Hassān bin Tsābit dan ia melahirkan 'Abdul Rahmān bin Hassān.
— Tabari, Tarikh at-Tabari.

Rasulullah telah menerima kabar penolakan Muqawqis dan hadiahnya. Ia mengambil Mariya untuk dirinya dan menyerahkan Sirin kepada penyairnya, Hasan bin Tsabit. Istri-istri Nabi yang lain sangat cemburu atas kehadiran orang Mesir itu sehingga Rasulullah menitipkan Mariya di rumah Haritsah bin Nu’man yang terletak di sebelah masjid, Selama satu tahun ia menetap di rumah tersebut. 

Banyak sumber Muslim mengatakan bahwa Muhammad kemudian memerdekakan dan menikahi Maria, namun ini tidak jelas apakah ini fakta historis atau apologi. Budak tidak secara otomatis merdeka karena masuk Islam, sehingga tidak begitu jelas apakah Mariah dimerdekakan atau tidak.

Mariya adalah perempuan suci, agamis, dan termasuk wanita-wanita salehah, dermawan, layak dan menarik hati Nabi saw. Sejarawan dan pengamat sejarah memuji kesalihannya. Dalam menunjukkan kecintaan kepadanya, Nabi saw berkata: "Disaat kamu menguasai Mesir, berlaku baiklah terhadap mereka, sebab aku mempelai mereka".

TURUNNYA SURAT AT-TAHRIM

Suatu hari di hari gilirannya, Hafsah menemui Rasulullah saw dan minta izin pergi untuk satu pekerjan disisi ayahnya. Nabi saw mengiyakannya. Setelah Hafsah pergi, Nabi saw memanggil Mariya. Saat Hafsah kembali ke rumah, pintu dalam keadaan tertutup dan ia duduk di luar pintu. Ketika melihat Nabi saw bersama Mariya ia langsung marah dan berlaku kasar kepada Nabi. Untuk mendapatkan keridhaan Hafsah, Nabi mengharamkan Mariya untuk dirinya dan meminta dari Hafsah supaya menyembunyikan masalah tersebut. Pada saat itu, turunlah ayat pertama dari surah At-Tahrim yang berisi firman Allah swt kepada Nabi Muhammad saw:

“Hai Muhammad, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. “ (Q.S. At-Tahriim:1)

Aisyahpun cemburu kepada Mariya, ini ungkapan rasa cemburunya kepada Mariyah, “Aku tidak pernah cemburu kepada wanita kecuali kepada Mariya karena dia berparas cantik dan Rasulullah sangat tertarik kepadanya. Ketika pertama kali datang, Rasulullah menitipkannya di rumah Haritsah bin Nu’man al-Anshari, lalu dia menjadi tetangga kami. Akan tetapi, beliau sering kali di sana siang dan malam. Aku merasa sedih. Oleh karena itu, Rasulullah memindahkannya ke kamar atas, tetapi beliau tetap mendatangi tempat itu. Sungguh, itu lebih menyakitkan bagi karni.” Di dalam riwayat lain dikatakan bahwa Aisyah berkata, “Allah memberinya anak, sementara kami tidak dikaruni anak seorang pun.”

KELAHIRAN IBRAHIM

Dikatakan bahwa Mariya adalah satu-satunya wanita selain Khadijah yang mempunyai anak dari Nabi saw. Mariah mengandung setelah setahun tiba di Madinah. Kehamilannya membuat istri-istri Rasul cemburu karena telah beberapa tahun mereka menikah, namun tidak kunjung dikaruniai seorang anak pun. Rasulullah menjaga kandungan istrinya dengan sangat hati-hati.

Selang beberapa waktu setelah Mariya menetap di rumah barunya, lahir Ibrahim putra Rasul saw pada bulan Dzulhijjah tahun 8 H/629 dan Jibril turun serta mengucapkan salam kepada beliau dengan sebutan 'wahai Aba Ibrahim'. Diceritakan bahwa Rasulullah gembira setelah kelahiran Ibrahim dan menunjukkannya kepada Aisyah sembari berkata: "Lihat bayi ini, betapa miripnya denganku".

Pada usianya yang kesembilan belas bulan, Ibrahim jatuh sakit sehingga meresahkan kedua orang tuanya. Maria bersama Sirin senantiasa menunggui Ibrahim. Suatu malam, ketika sakit Ibrahim bertambah parah, dengan perasaan sedih Nabi bersama Abdurrahman bin Auf pergi ke rumah Mariya. Ketika Ibrahim dalam keadaan sekarat, Rasulullah bersabda, “Kami tidak dapat menolongmu dari kehendak Allah, wahai Ibrahim.”

Tanpa dia sadari, air mata telah bercucuran. Ketika Ibrahim meninggal dunia, dia kembali bersabda, “Wahai Ibrahim, seandainya ini bukan perintah yang haq, janji yang benar, dan masa akhir kita yang menyusuli masa awal kita, niscaya kami akan merasa sedih atas kematianmu lebih dari ini. Kami semua merasa sedih, wahai Ibrahim… Mata kami menangis, hati kami bersedih, dan kami tidak akan mengucapkan sesuatu yang menyebabkan murka Allah.”

Demikianlah keadaan Nabi ketika menghadapi kematian putranya. Walaupun tengah berada dalam kesedihan, dia tetap berada dalam jalur yang wajar sehingga tetap menjadi contoh bagi seluruh manusia ketika menghadapi cobaan besar. Rasulullah mengurus sendiri jenazah anaknya kemudian Rasulullah menguburkannya di Baqi’.

SAAT WAFATNYA

Setelah Rasulullah wafat, Mariya hidup menyendiri dan menujukan hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah. Mariya wafat lima tahun setelah wafatnya Rasulullah, yaitu di bulan Muharram tahun 16 H/637 M atau pada tahun ke-46 hijrah, pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab. Khalifah sendiri yang menyalati jenazah  Mariya al-Qibtiyah dan dimakamkan di Baqi', Semoga Allah menempatkannya pada kedudukan yang mulia dan penuh berkah. Amin.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar