Khaulah bint al-Azwar (Arab خولة بنت الأزور) adalah seorang pejuang Muslim selama kehidupan nabi Muhammad dan kemudian menjadi seorang pemimpin militer. Dia telah digambarkan sebagai salah satu pemimpin militer wanita terbesar dalam sejarah dan pernah dibandingkan dengan Khalid Bin Walid oleh lawan di medan perang.
Dia adalah saudara perempuan Dhiraar bin Al-Azwar , prajurit dan komandan tentara Rashidun selama penaklukan Muslim abad ke-7 . Lahir pada abad ketujuh, putri Malik atau Taken bin Awake, salah satu pemimpin suku Bani Assad, Khaulah terkenal karena kepemimpinannya dalam pertempuran penaklukan Muslim di beberapa tempat yang sekarang dikenal sebagai Suriah , Yordania, dan Palestina.
Ia merupakan salah satu sosok perempuan tangguh dan pemberani, jiwa dan raganya ia korbankan untuk membela Islam. Pada saat kaum Muslim berhadapan dengan para pasukan Romawi, ia pada mulanya hanyalah sebagai petugas medis dan pemasok logistik bagi para mujahidi-mujahidin lainnya.
Khaulah bertempur bersama dengan saudaranya Dhirrar dalam banyak pertempuran, Termasuk Pertempuran Yarmouk pada tahun 636 melawan kekaisaran Bizantium . Pada hari ke-4 pertempuran dia memimpin sekelompok wanita melawan pasukan Bizantium dan mengalahkan komandan utamanya dan kemudian terluka saat bertarung dengan seorang prajurit Yunani.
Bakat bertempurnya pertama kali muncul selama Pertempuran Sanita-al-Uqab pada tahun 634, bertempur selama Pengepungan Damaskus , di mana saudara lelakinya Zirrar (atau Deraar) memimpin pasukan Muslim dan terluka serta dipenjara oleh tentara Bizantium. Khalid ibn Walid mengambil tugas untuk menyelamatkannya. Khaulah menemani pasukan dan bergegas sendirian di barisan belakang Bizantium. Dalam baju besinya dan pakaian longgar khas prajurit Arab, dia tidak menampakan identitas bahwa ia adalah seorang muslimah.
Ia memporak-porandakan barisan kaum Romawi. Dan membangkitkan lagi semangat kaum muslimin.
Timbul pertanyaan dalam benak kaum muslimin yang menyaksikan prajurit berkuda itu. Rafi’ bin Umairoh pun berpikiran bahwa itu adalah Khalid bin Walid sang pedang Allah. Namun dari pembawaannya ia ragu bahwa itu adalah Khalid bin Walid. Nyatanya ia bukanlah Khalid bin Walid. Khalid bin Walid yang turut menyaksikan keberanian sang prajurit merasa kagum dan berseru agar kaum muslimin membantunya. “Wahai kaum muslimin, satukan semua bala tentara dan bantulah penunggang kuda yang mempertahankan agama Allah!”, seru Khalid bin Walid kepada seluruh kaum muslimin.
Pejuang misterius itu telah merobek musuh dengan pedang dan tombak yang dibawanya. Dengan sekali tebas, tiga orang musuh jatuh tersungkur ke atas bumi. Panglima Khalid ibnu Walid kagum dengan pejuang misterius itu. Ia bertanya-tanya, siapakah pejuang yang begitu gigih dan berani menentang musuh?
Mereka kagum, takjub bercampur syukur karena dikaruniakan pejuang yang berani seperti itu.Khalid mengikuti pejuang misterius yang sudah memperlihatkan contoh itu, diikuti oleh orang-orang Islam lainnya. Ditariknya tali kekang kuda dan dihunuslah tombak untuk melindungi dan memberikan bantuan kepada pejuang misterius itu.
Khaulah terus berjuang tanpa henti-hentinya bersama-sama tentara Islam yang lainnya hingga berakhirlah pertempuran itu dengan kemenangan mutlak di tangan tentara Islam, sehingga dapat kembali ke tengah pasukan tentara Islam dengan pakaiannya yang berlumuran darah.
Segera setelah serbuan umum itu, Khalid mendekat kepada sang penunggang dan bertanya,
”Wahai pejuang, tunjukkanlah wajahmu!”, ”Wahai komandan, bukannya aku enggan menjawab pertanyaan anda, hanya saja aku merasa malu, sebab anda seorang pemimpin yang agung, sedangkan aku adalah gadis pingitan. Sesungguhnya tiada lain yang mendorongku untuk melakukan hal seperti itu melainkan karena hatiku terbakar dan aku sangat sedih.”
Kesedihan dan kemarahan akan berita ditawannya saudaranya tercinta, Dhirar bin al-Azwar, membuatnya tampil ke medan perang sebagai pejuang, dan tidak lagi berada di barisan belakang sebagai perawat prajurit yang terluka dan mengurus perbekalan sebagaimana yang dilakukan sebelumnya bersama para wanita yang ikut dalam peperangan.
Namun Khaulah pulang dengan perasaan sedih, karena tidak memperoleh berita tentang saudaranya. Ia bertanya kepada setiap orang Islam tentang saudara kandungnya, namun tidak ada yang bisa menjawabnya. Kesedihan itu tidak dapat ditampung lagi, lalu menangislah ia.
Tak lama ada kabar bahwa Dhirar telah berhasil menewaskan seorang putera raja dan sejumlah besar pasukan mereka, lalu mereka menghadapinya bersama-sama. Dhirar akhirnya ditangkap dan dikirim kepada raja mereka. Dhirar ditawan dan sedang dibawa ke Homs, dengan pengawalan seratus tentara berkuda.
Khaulah bergabung dengan tentara Muslimin untuk membebaskan Dhirar, “Allahu akbar!” akhirnya kemenangan pun berhasil mereka raih. Khaulah segera mendapatkan Dhirar dan melepaskan belenggu yang mengikatnya, sementara tentara-tentara Islam merampas semua yang mereka bawa dan kemudian pulanglah mereka kepada Khalid ibnu Walid.
Keberanian Khaulah juga diuji ketika ia dan kawan-kawan muslimahnya menjadi tawanan pada saat perang Sahura, mereka ditangkap oleh para tentara Romawi dan dijadikan sebagai tawanan.
Keberanian Khaulah sekali lagi terbukti ketika menyertai perang Sahura, di sekitar Syam. Pada saat itu, beberapa orang perempuan tertawan. ia memotivasi para kawannya agar mereka bisa membebaskan diri dari kurungan tentara Romawi, Khaulah memimpin para tawanan wanita untuk melakukan perlawanan dengan menggunakan tiang tenda sebagai alat perlawanannya menyerang para penjaga Bizantium
Menurut Al Waqidi, mereka berhasil membunuh tiga puluh ksatria Bizantium dan Khaulah berhasil membunuh beberapa tentara, termasuk pemimpin tentara Bizantium yang melecehkannya.
Begitulah kisah seorang mujahidah Islam yang gagah berani berjuang karena Allah. Sehingga dia mendapat gelar tertinggi dari Allah. Jika Khalid ibnu Walid mendapat gelar Pedang Allah di kalangan laki-laki, maka Khaulah binti Azwar adalah Pedang Allah dari kalangan wanita. Khaulah meninggal dunia di akhir pemerintahan Usman bin Affan.
Untuk mengenang keberaniannya dan kehebatannya dalam berperang, banyak jalan dan sekolah di tanah kelahirannya, Arab Saudi , dinamai menurut namanya. Jordan mengeluarkan perangko untuk menghormatinya sebagai bagian dari "Perempuan Arab dalam Sejarah." Banyak kota-kota Arab memiliki sekolah dan institusi dengan nama Khaula Bint al-Azwar. Hari ini, unit militer khusus wanita Irak dinamai unit Khaulah bint al-Azwar untuk menghormati Khaulah. Di Uni Emirat Arab , perguruan tinggi militer pertama untuk wanita, Khaulah binti Al Azwar Training College, juga dinamai seperti namanya.
Dia adalah saudara perempuan Dhiraar bin Al-Azwar , prajurit dan komandan tentara Rashidun selama penaklukan Muslim abad ke-7 . Lahir pada abad ketujuh, putri Malik atau Taken bin Awake, salah satu pemimpin suku Bani Assad, Khaulah terkenal karena kepemimpinannya dalam pertempuran penaklukan Muslim di beberapa tempat yang sekarang dikenal sebagai Suriah , Yordania, dan Palestina.
Ia merupakan salah satu sosok perempuan tangguh dan pemberani, jiwa dan raganya ia korbankan untuk membela Islam. Pada saat kaum Muslim berhadapan dengan para pasukan Romawi, ia pada mulanya hanyalah sebagai petugas medis dan pemasok logistik bagi para mujahidi-mujahidin lainnya.
Khaulah bertempur bersama dengan saudaranya Dhirrar dalam banyak pertempuran, Termasuk Pertempuran Yarmouk pada tahun 636 melawan kekaisaran Bizantium . Pada hari ke-4 pertempuran dia memimpin sekelompok wanita melawan pasukan Bizantium dan mengalahkan komandan utamanya dan kemudian terluka saat bertarung dengan seorang prajurit Yunani.
Bakat bertempurnya pertama kali muncul selama Pertempuran Sanita-al-Uqab pada tahun 634, bertempur selama Pengepungan Damaskus , di mana saudara lelakinya Zirrar (atau Deraar) memimpin pasukan Muslim dan terluka serta dipenjara oleh tentara Bizantium. Khalid ibn Walid mengambil tugas untuk menyelamatkannya. Khaulah menemani pasukan dan bergegas sendirian di barisan belakang Bizantium. Dalam baju besinya dan pakaian longgar khas prajurit Arab, dia tidak menampakan identitas bahwa ia adalah seorang muslimah.
Ia memporak-porandakan barisan kaum Romawi. Dan membangkitkan lagi semangat kaum muslimin.
Timbul pertanyaan dalam benak kaum muslimin yang menyaksikan prajurit berkuda itu. Rafi’ bin Umairoh pun berpikiran bahwa itu adalah Khalid bin Walid sang pedang Allah. Namun dari pembawaannya ia ragu bahwa itu adalah Khalid bin Walid. Nyatanya ia bukanlah Khalid bin Walid. Khalid bin Walid yang turut menyaksikan keberanian sang prajurit merasa kagum dan berseru agar kaum muslimin membantunya. “Wahai kaum muslimin, satukan semua bala tentara dan bantulah penunggang kuda yang mempertahankan agama Allah!”, seru Khalid bin Walid kepada seluruh kaum muslimin.
Pejuang misterius itu telah merobek musuh dengan pedang dan tombak yang dibawanya. Dengan sekali tebas, tiga orang musuh jatuh tersungkur ke atas bumi. Panglima Khalid ibnu Walid kagum dengan pejuang misterius itu. Ia bertanya-tanya, siapakah pejuang yang begitu gigih dan berani menentang musuh?
Mereka kagum, takjub bercampur syukur karena dikaruniakan pejuang yang berani seperti itu.Khalid mengikuti pejuang misterius yang sudah memperlihatkan contoh itu, diikuti oleh orang-orang Islam lainnya. Ditariknya tali kekang kuda dan dihunuslah tombak untuk melindungi dan memberikan bantuan kepada pejuang misterius itu.
Khaulah terus berjuang tanpa henti-hentinya bersama-sama tentara Islam yang lainnya hingga berakhirlah pertempuran itu dengan kemenangan mutlak di tangan tentara Islam, sehingga dapat kembali ke tengah pasukan tentara Islam dengan pakaiannya yang berlumuran darah.
Segera setelah serbuan umum itu, Khalid mendekat kepada sang penunggang dan bertanya,
”Wahai pejuang, tunjukkanlah wajahmu!”, ”Wahai komandan, bukannya aku enggan menjawab pertanyaan anda, hanya saja aku merasa malu, sebab anda seorang pemimpin yang agung, sedangkan aku adalah gadis pingitan. Sesungguhnya tiada lain yang mendorongku untuk melakukan hal seperti itu melainkan karena hatiku terbakar dan aku sangat sedih.”
Kesedihan dan kemarahan akan berita ditawannya saudaranya tercinta, Dhirar bin al-Azwar, membuatnya tampil ke medan perang sebagai pejuang, dan tidak lagi berada di barisan belakang sebagai perawat prajurit yang terluka dan mengurus perbekalan sebagaimana yang dilakukan sebelumnya bersama para wanita yang ikut dalam peperangan.
Namun Khaulah pulang dengan perasaan sedih, karena tidak memperoleh berita tentang saudaranya. Ia bertanya kepada setiap orang Islam tentang saudara kandungnya, namun tidak ada yang bisa menjawabnya. Kesedihan itu tidak dapat ditampung lagi, lalu menangislah ia.
Tak lama ada kabar bahwa Dhirar telah berhasil menewaskan seorang putera raja dan sejumlah besar pasukan mereka, lalu mereka menghadapinya bersama-sama. Dhirar akhirnya ditangkap dan dikirim kepada raja mereka. Dhirar ditawan dan sedang dibawa ke Homs, dengan pengawalan seratus tentara berkuda.
Khaulah bergabung dengan tentara Muslimin untuk membebaskan Dhirar, “Allahu akbar!” akhirnya kemenangan pun berhasil mereka raih. Khaulah segera mendapatkan Dhirar dan melepaskan belenggu yang mengikatnya, sementara tentara-tentara Islam merampas semua yang mereka bawa dan kemudian pulanglah mereka kepada Khalid ibnu Walid.
Keberanian Khaulah juga diuji ketika ia dan kawan-kawan muslimahnya menjadi tawanan pada saat perang Sahura, mereka ditangkap oleh para tentara Romawi dan dijadikan sebagai tawanan.
Keberanian Khaulah sekali lagi terbukti ketika menyertai perang Sahura, di sekitar Syam. Pada saat itu, beberapa orang perempuan tertawan. ia memotivasi para kawannya agar mereka bisa membebaskan diri dari kurungan tentara Romawi, Khaulah memimpin para tawanan wanita untuk melakukan perlawanan dengan menggunakan tiang tenda sebagai alat perlawanannya menyerang para penjaga Bizantium
Menurut Al Waqidi, mereka berhasil membunuh tiga puluh ksatria Bizantium dan Khaulah berhasil membunuh beberapa tentara, termasuk pemimpin tentara Bizantium yang melecehkannya.
Begitulah kisah seorang mujahidah Islam yang gagah berani berjuang karena Allah. Sehingga dia mendapat gelar tertinggi dari Allah. Jika Khalid ibnu Walid mendapat gelar Pedang Allah di kalangan laki-laki, maka Khaulah binti Azwar adalah Pedang Allah dari kalangan wanita. Khaulah meninggal dunia di akhir pemerintahan Usman bin Affan.
Untuk mengenang keberaniannya dan kehebatannya dalam berperang, banyak jalan dan sekolah di tanah kelahirannya, Arab Saudi , dinamai menurut namanya. Jordan mengeluarkan perangko untuk menghormatinya sebagai bagian dari "Perempuan Arab dalam Sejarah." Banyak kota-kota Arab memiliki sekolah dan institusi dengan nama Khaula Bint al-Azwar. Hari ini, unit militer khusus wanita Irak dinamai unit Khaulah bint al-Azwar untuk menghormati Khaulah. Di Uni Emirat Arab , perguruan tinggi militer pertama untuk wanita, Khaulah binti Al Azwar Training College, juga dinamai seperti namanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar