Zainab binti Jahsy bin Ri`ab al-Asadiyyah atau lebih dikenal dengan Zainab binti Jahsy (lahir pada tahun 33 Sebelum H/590, Zainab dilahirkan di Mekah dua puluh tahun sebelurn kenabian. Wafat di Madinah pada tahun 20 H/641) adalah sepupu dan istri dari Nabi Muhammad , termasuk dari Ibu Para Mukminin. Awalnya beliau bernama Barrah, kemudian setelah menikah dengan Rasulullah, namanya diganti menjadi Zainab. Zainab binti Jahsyi r.a. adalah satu-satunya wanita yang dinikahkan Rasulullah atas perintah Allah.
Zainab dikenal sebagai seorang wanita yang diberkahi karena yang temasuk lebih dahulu masuk Islam, ikut berjihad dan berhijrah, yang sabar serta zuhud. Abu Nua’im Al-Asybahany memulai biografi shahabiyahnya, dalam “Al-Hilyah”, berkata: “dia adalah seorang wanita yang khusyu”.
Tentang Zainab, Aisyah berkata, “Semoga Allah mengasihi Zainab. Dia banyak menyamaiku dalarn kedudukannya di hati Rasulullah. Aku belum pernah melihat wanita yang lebih baik agamanya daripada Zainab. Dia sangat bertakwa kepada Allah, perkataannya paling jujur, paling suka menyambung tali silaturahmi, paling banyak bersedekah, banyak mengorbankan diri dalam bekerja untuk dapat bersedekah, dan selalu mendekatkan diri kepada Allah. Selain Saudah, dia yang memiliki tabiat yang keras.”
~ Nasab dan keluarganya.
* Ayahnya: Jahsyi bin Ri`ab bin Yu'ammar bin Shabrah bin Kabir bin Ghanam bin Dudan bin Asad bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan. Jahsyi adalah sekutu bagi pembesar Quraisy, Abdul Muthalib.[1]
* Ibunya: Umaimah binti Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Lu`ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan. Umaimah adalah bibi dari Nabi Muhammad.
* Saudaranya adalah pembawa bendera yang pertama kali dikibarkan dalam Islam dan orang yang pertama kali dipanggil Amirul mukminin, juga salah seorang syuhada’ yaitu, Abdulah bin jahsyi r.a. Saudaranya yang lain adalah penyair Islam, yaitu Abu-Ahmad bin Jahsyi dan saudara perempuanya termasuk wanita yang terlebih dahulu masuk Islam, yaitu Humnah binti Jahsyi (isteri Mushab bin umair) dan Ummu Habib binti Jahsy (isteri Abdurrahman bin Auf).
~ Kehidupannya
Zainab yang cantik dibesarkan di tengah keluarga yang terhormat, sehingga tidak heran jika orang-orang Quraisy rnenyebutnya dengan perempuan Quraisy yang cantik.
Zainab termasuk wanita pertarna yang memeluk Islam. Allah pun telah menerangi hati ayah dan keluarganya sehingga memeluk Islam. Dia hijrah ke Madinah bersama keluarganya. Ketika itu dia masih gadis walaupun usianya sudah layak menikah.
~ Pernikahannya dengan Zaid bin Haritsah
Ketika Islam yang hanif datang, diantara tujuannya adalah menghilangkan perbedaan antara ummat manusia yang didasarkan pada suatu fanatisme dan kebutaan jahiliyah, menjadi tidak ada kelebihan yang dimiliki seseorang kecuali dengan takwa. Jadi, takwa merupakan timbangan Islam, dan Nabi Muhammad SAW ingin mengimplementasikan timbangan ini dengan mewujudkan persamaan antara manusia secara praktis. Diantara salah satu caranya ialah dengan menikahkan Zainab binti Jahsy r.a. yang masih terhitung kerabat dekat beliau dengan mantan budak, anak angkat beliau sendiri yaitu Zaid bin Haritsah r.a. dengan begitu perbedaan-perbedaan itu dapat disingkirkan. Beliau menyampaikan hal tersebut kepada Zainab dan melamarkannya untuk Zaid bin Haritsah r.a.
Zaid adalah orang yang pertama kali memeluk Islam dari kalangan budak. Dia senantiasa berada di dekat Nabi, terutama setelah dia rneninggalkan Mekah, sehingga beliau sangat mencintainya, bahkan beliau pernah bersabda tentang Zaid,
“Orang yang aku cintai adalah orang yang telah Allah dan aku beri nikmat. (HR. Ahmad)
Allah telah memberikan nikmat kepada Zaid dengan keislamannya dan Nabi telah memberinya nikmat dengan kebebasannya. Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, beliau mempersaudarakan Zaid dengan Hamzah bin Abdul Muththalib. Dalam banyak peperangan, Zaid selalu bersama Rasulullah, dan tidak jarang pula dia ditunjuk untuk menjadi komandan pasukan. Tentang Zaid, Aisyah pernah berkata, “Rasulullah tidak mengirimkan Zaid ke medan perang kecuali selalu menjadikannya sebagai komandan pasukan, Seandainya dia tetap hidup, beliau pasti menjadikannya sebagai pengganti beliau.”
Semula Zainab membenci Zaid dan menentang menikah dengannya, begitu juga dengan saudara laki-lakinya. Menurut mereka, bagaimana mungkin seorang gadis cantik dan terhormat menikah dengan seorang budak? Rasulullah menasihati mereka berdua dan menerangkan kedudukan Zaid di hati beliau, sehingga turunlah ayat kepada mereka:
“Dan tidaklah patut bagi laki -laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.“ (Q.S. Al-Ahzab: 36)
Akhirnya Zainab menikah dengan Zaid sebagai pelaksanaan atas perintah Allah, meskipun sebenarnya Zainab tidak menyukai Zaid. Melalui pernikahan itu Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam. ingin menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan di antara manusia kecuali dalam ketakwaan dan amal perbuatan mereka yang baik. Pernikahan itu pun bertujuan untuk menghilangkan tradisi jahiliah yang senang membanggakan diri dan keturunan.
Seperti yang kita ketahui Zainab berasal dan golongan terhormat, sedangkan Zaid bin Haritsah adalah budak Rasulullah yang sangat beliau sayangi, sehingga kaum muslimin menyebutnya sebagai orang kesayangan Rasulullah. Zaid berasal dari keluarga Arab yang kedua orang tuanya beragama Nasrani. Ketika masih kecil, dia berpisah dengan kedua orang tuanya karena diculik, kemudian dia dibeli oleh Hakam bin Hizam untuk bibinya, Khadijah binti Khuwailid r.a., lalu dihadiahkannya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam.
Ayah Zaid, Haritsah bin Syarahil, senantiasa mencarinya hingga dia mendengar bahwa Zaid berada di rumah Rasulullah. Ketika Rasulullah menyuruh Zaid memilih antara tetap bersama beliau atau kembali pada orang tua dan pamannya, Zaid berkata, “Aku tidak menginginkan mereka berdua, juga tidak menginginkan orang lain yang engkau pilihkan untukku. Engkau bagiku adalah ayah sekaligus paman.” Setelah itu, Rasulullah mengumumkan pembebasan Zaid dan pengangkatannya sebagai anak. Dia senantiasa berada di dekat Nabi, terutama setelah dia rneninggalkan Mekah.
Kehidupan rumah tangga Zaid dan Zainab berlangsung selama setahun, kemudian muncullah perselisihan di antara mereka, apalagi setelah Islam menghapuskan status anak angkat. Hal ini menyebabkan Zainab merasa lebih tinggi daripada Zaid, maka semakin hari hubungan mereka semakin tidak harmonis.
Di depan Zaid, Zainab selalu membangga-banggakan dirinya sehingga menyakiti hati Zaid. Zaid menghadap Rasulullah untuk mengadukan perlakukan Zainab terhadap dirinya. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. menyuruhnya untuk bersabar, dan Zaid pun mengikuti nasihat beliau. Akan tetapi, dia kembali menghadap Rasulullah dan menyatakan bahwa dirinya tidak mampu lagi hidup bersama Zainab.
Mendengar itu, beliau bersabda, “Pertahankan terus istrimu itu dan bertakwalah kepada Allah.” Kemudian beliau mengingatkan bahwa pernikahan itu merupakan perintah Allah. Beberapa saat kemudian turunlah ayat, “Pertahankan terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah.” Zaid berusaha menenangkan din dan bersabar, namun tingkah laku Zainab sudah tidak dapat dikendalikan, akhirnya terjadilah talak. Selanjutnya, Zainab dinikahi Rasulullah.
Rasulullah SAW menyadari bahwa perceraian antara keduanya memang harus terjadi dan Allah memerintahkan beliau untuk menikahi Zainab dalam rangka menghapus bid’ah anak angkat. Jibril sebelumnya sudah memberitahukan, bahwa Zainab akan menjadi isteri beliau dan Allah akan menggugurkan pernikahan Zaid dengan Zainab, dalam rangka menghapus tradisi jahiliyah.
Rasulullah merasakan tekanan tersendiri karena masalah ini pasti akan menjadi pusat gunjingan, karena Muhammad SAW telah menikahi mantan isteri anak angkatnya. Beliau merasa bimbang karena hal ini, dan khawatir terhadap isu yang akan disebarkan orang-orang munafik serta Yahudi. Namun Allah menegur beliau akan perasaan ini, dan memerintahkan beliau agar tidak usah menghiraukan orang-orang yang suka menggunjing tentang apa yang dihalalkan Allah.
Prinsip dasar yang melatarbelakangi pernikahan Rasulullah dengan Zainab binti Jahsy adalah untuk menghapuskan tradisi pengangkatan anak yang berlaku pada zaman jahiliah. Artinya, Rasulullah ingin menjelaskan bahwa anak angkat tidak sama dengan anak kandung, seperti halnya Zaid bin Haritsah yang sebelum turun ayat Al-Qur’an telah diangkat sebagai anak oleh beliau. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka,’ itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudara seagama dan maula-maulamu.” (QS. Al-Ahzab:5)
Karena itu, seseorang tidak berhak mengakui hubungan darah dan meminta hak waris dan orang tua angkat (bukan kandung). Karena itulah Rasulullah menikahi Zainab setelah bercerai dengan Zaid yang sudah dianggap oleh orang banyak sebagai anak Muhammad. Allah telah menurunkan wahyu agar Zaid menceraikan istrinya kemudian dinikahi oleh Rasulullah. Pada mulanya Rasulullab tidak memperhatikan perintah tersebut, bahkan meminta Zaid mempertahankan istrinya. Karena itulah turun wahyu yang menampakkan sebab pernikahan Nabi saw dengan Zainab,
“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya, ‘Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah, ‘sedang kamu menyembunyikan dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah- lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak- anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluan daripada istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.“ (QS. Al-Ahzab:37)
Ayat di atas merupakan perintah Allah agar Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam. menikahi Zainab dengan tujuan meluruskan pemahaman keliru tentang kedudukan anak angkat.
~ Menjadi Ummul-Mukminin
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. mengutus seseorang untuk mengabari Zainab tentang perintah Allah tersebut. Betapa gembiranya hati Zainab mendengar berita tersebut, dan pesta pernikahan pun segera dilaksanakan serta dihadiri warga Madinah.
Zainab mulai memasuki rurnah tangga Rasulullah dengan dasar wahyu Allah. Dialah satu-satunya istri Nabi yang berasal dan kerabat dekatnya. Rasulullah tidak perlu meminta izin jika memasuki rumah Zainab sedangkan kepada istri-istri lainnya beliau selalu meminta izin. Kebiasaan seperti itu ternyata menimbulkan kecemburuan di hati istri Rasul lainnya.
Zainab berkata kepada Nabi, “Aku adalah istrimu yang terbesar haknya atasmu, aku utusan yang terbaik di antara mereka, dan aku pula kerabat paling dekat di antara mereka. Allah menikahkanku denganmu atas perintah dan langit, dan Jibril yang membawa perintah tersebut. Aku adalah anak bibimu. Engkau tidak memiliki hubungan kerabat dengan mereka seperti halnya denganku.” Zainab sangat mencintai Rasulullah dan merasakan hidupnya sangat bahagia. Akan tetapi, dia sangat pencemburu terhadap istri Rasul lainnya, sehingga Rasulullah pernah tidak tidur bersamanya selama dua atau tiga bulan sebagai hukuman atas perkataannya yang menyakitkan hati Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab wanita Yahudiyah itu.
Zainab bertangan terampil, menyamak kulit dan menjualnya, juga mengerjakan kerajinan sulaman, dan hasilnya diinfakkan di jalan Allah.
~ Ayat Hijab
Diantara barakah Zainab ummul mukminin r.a. dan keutamaanya adalah turunnya ayat hijab, Al-Bukhori dan Al-Muslim serta yang lainya meriwayatkan kisah turunnya ayat hijab dari anas bin Malik r.a, beliau berkata: “Walimah Rasulullah SAW dengan Zainab berupa roti dan daging. Aku diutus untuk menyampaikan undangan, aku terus menyampaikan undangan sampai aku tidak lagi mendapatkan undangan, yang ada hanyalah tiga orang yang sedang berbincang-bincang. Maka Rasulullah keluar dan pergi ke bilik isteri-isteri beliau dan mengucapkan “Assalamualaikum ya ahlal bait rahmatullah” kemudian mereka menjawab “Allaikas-salam wa rahmatullah”. Kemudian Nabi SAW kembali ke rumah, ternyata tiga orang tersebut masih berada di sana sambil berbincang-bincang. Kemudian Nabi keluar lagi sampai ia mendapat kabar bahwa mereka sudah pergi, maka beliau kembali lagi, dan ketika beliau melangkahkan kaki di ambang pintu, yang satu di luar dan yang satu di dalam beliau menjulurkan kain tabir antara diriku dan beliau. Lalu turun ayat hijab, yaitu firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memasuki rumah-rumah Nabi kecuali kalian diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kalian diundang maka masuklah, dan bila kamu selesai makan keluarlah kamu tampa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepada kalian (untuk menyuruh kalian), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kalian meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri- istri Nabi) maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikan itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka. Dan tidak boleh kalian menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak pula mengawini istri-istrinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatannya amat besar (dosanya) di sisi Allah. (Al- Ahzab : 53).
Ayat hijab turun sebagai pelajaran dan petunjuk bagi manusia, agar mereka tidak masuk rumah Nabi SAW tanpa izin. Jika mereka diundang untuk makan, maka mereka boleh memasukinya, kemudian jika sudah makan, mereka harus segera pergi, tidak boleh berlama-lama di sana dan juga tidak boleh berbincang-bincang.
Turunnya ayat hijab itu karena pengakuan terhadap sikap Umar bin Al-Khaththab r.a. Dalam riwayat Al-Bukhory dari Anas bin Malik: Umar berkata, “Wahai Rasullullah, orang yang baik dan buruk masuk rumah engkau. Sekiranya engkau menyuruh Ummahatul-Mukminin untuk berhijab”. Karena itulah turun ayat ini.
Di dalam Ath-Thabaqat Al-Kubra, Ibnu Sa’ad menyebutkan dari Anas, dia berkata, “Pertama kali turun ayat hijab saat pernikahan Rasulullah dengan Zainab binti Jahsy. Hal itu terjadi pada tahun kelima setelah hijrah. Semenjak itu Rasulullah memberlakukan hijab terhadap istri- istri beliau. Pernikahan beliau dengan Zainab merupakan barakah atas wanita-wanita Muslimah hingga hari kiamat, karena hijab diwajibkan atas putri- putri hawa, agar menjadi petunjuk kemuliaan, kesucian dan kebersihan.
~ Bersama Rasulullah Dalam Peperangan dan Haji
Ketika Rasulullah pergi ke Tha’if beliau disertai dua istri beliau, yaitu Ummu Salamah dan Zainab R.a. Pada saat itu beliau mendirikan dua perkemahan, lalu beliau shalat di antara dua perkemahan tersebut, selama beliau melakukan pengepungan terhadap Tha’if.
Ketika haji wada’, Zainab Ummul-Mukminin r.a. juga ikut bersama Rasulullah. Pada saat itu beliau bersabda kepada para istri-istri beliau, “Sejak saat ini kalian tidak keluar lagi dari rumah dan hendaklah kalian berada di atas tikar saja”. Pada saat itu semua istri beliau ikut menunaikan haji kecuali Saudah binti Zum’ah.
Zainab bintu Jahsy berkata, “Tidak ada hewan tunggangan yang dapat menggerakkan kami sepeninggal Rasulullah SAW”. Ibnu Sa’ad menyebutkan di dalam Ath-Thabaqat, dengan sanadnya, dia berkata, “Zainab binti Jahsy tidak pernah lagi menunaikan haji setelah dia ikut menunaikan haji bersama Rasulullah, hingga dia meninggal dunia. Zainab menyadari wasiat Rasulullah ketika beliau bersabda kepada para istri beliau, “Siapa pun di antara kalian yang bertakwa kepada Allah dan tidak melakukan kekejian yang nyata, tetap berada di dalam rumahnya, maka dia adalah istriku di akhirat”.
~ Kemuliaan dan kezuhudan Zainab bintu Jahsy
Beliau bukanlah tipe orang yang suka menumpuk harta atau apapun dari kesenangan dunia. Dia melakukan segala pekerjaanya sendiri, menyamak kulit, menjahit lalu menjualnya serta menshadaqahkan hasilnya di jalan Allah. Yang paling meunjukkan kemuliaanya adalah do’anya, di samping zuhudnya dalam masalah harta sebanyak apapun harta yang ada ditangannya. Diceritakan oleh Barzah bintu Raf’i dia berkata, “Ketika pembagian harta harus disalurkan, maka Umar Al-Khattab mengirim utusan untuk memberikan bagian untuk Zainab, ketika bagian itu sudah sampai kepada Zainab maka dia berkata, “Semoga Allah mengampuni Umar. Saudari-saudariku yang lain lebih membutuhkan bagian ini dari pada diriku”, kemudian para utusan itu bekata, ”ini semua memang menjadi milik engkau”, Zainab berkata ”Subhanallah”. Dia memasang kantong kain dan berkata, “Tumpahkan harta itu disini” kemudian berkata kepadaku “Masukkan tanganmu dan ambil segenggam harta ini lalu pergilah kebani fulan dan bani fulan”. Dia menyebut beberapa orang kerabat dan anak-anak yatim mereka, maka yang tersisa di dalam kain itu hanya sedikit harta. Aku berkata, “Semoga Allah mengampuni engkau wahai Ummul-Mukminin. Demi Allah kita juga memiliki hak terhadap harta ini”. Kemudian Zainab berkata, “Kalian berhak mendapatkan apa yang menyisa di bawah kain itu”. Ternyata yang tersisa hanya delapan puluh lima dirham, lalu dia menengadahkan tangan ke langit dan berkata, “Ya Allah, semoga aku tidak mau lagi menerima pemberian dari Umar setelah tahun ini”, maka pada tahun itu pula Zainab meninggal dunia.
Sebagai tambahan gambaran kezuhudan Zainab, ada riwayat Ibnu Sa’d dalam thabaqaatnya berkata, “Zainab binti Zahsy r.a. tidak pernah meningalkan satu dirhampun, dia mensadaqahkan apapun yang ada ditangannya, sehingga dia menjadi tempat berlindung orang-orang miskin.
~ Wafat
Pada tahun ke-20 H bertepatan dengan 641 M, Zainab Ummul Mukminin r.a. merasakan dekatnya saat untuk bersua dengan Allah, dan dia selalu siap untuk perjumpaan yang diberkahi ini, maka ketika ajal menghapirinya dia berkata, “Aku sudah menyiapkan kain kafanku, dan pasti Umar akan mengirimkan kain kafan kepadaku, maka jika dia mengirimkanya untukku maka shadaqahkanlah salah satu diantaranya. Jika kalian mampu menjulurkan kain kafan ke seluruh jasadku, lalu kalian mensadaqahkan kain selimutku, maka lakukanlah”.
Zuhud di dunia dan kesenangannya untuk bershadaqah dan berbuat kebajikan nampak pada saat-saat sakaratul maut. Alangkah mulia ummul mukminin Zainab binti Jahsy, dia adalah ibu orang-orang miskin, semoga Allah meridhainya dan membuatnya ridha. Pada detik-detik terakhir itu dia berwasiat agar jasadnya diusung dengan dipan Rasulullah SAW, dan setelah itu dia menutup mata untuk selama-lamanya. Dia adalah isteri Nabi SAW yang pertama kali bersua dengan beliau.
Ketika kabar kematianya sampai kepada Umar, maka dia berseru, “ketahuilah, tidak boleh ada yang masuk ke rumah Zainab kecuali kaum kerabatnya sendiri”. Umar juga memerintahkan agar memasang tabir penutup. Asma binti Umais r.a. berkata, “Aku pernah melihat penduduk Habasyah biasa membuat usungan mayat. Maka dibuatlah usungan mayat bagi Zainab, lalu usungan itu diselimuti kain, Umar melihat hal itu bagus, maka dia berkata, “Ini adalah tandu tertutup yang paling bagus”. Barulah setelah itu Umar menyuruh orang-orang, “Pergilah kalian ke rumah ibu kalian!”. Maka orang-orang muslim mengiringi jenazah Ummul Mukminin Zainab binti Jahsy r.a. beserta saudaranya, Abu Ahmad bin Jahsy r.a. ikut mengusung dipan saudarinya
Al-Imam An-Nawai Rahimahullah menyebutkan bahwa Zainab dikuburkan di baqi’. Yang menjadi Imam ketika menshalatinya ialah Umar bin khattab, yang turun ke dalam kuburnya adalah Usamah bin zaid, Muhammad bin abdullah bin Jahsy, Abdullah bin Ahmad bin Jahsy dan Muhammad bin Talhah bin Abdullah, anak saudarinya Humnah, mereka semua termasuk mahram Zainab r.a. Saat meninggal dunia, Zainab berusia lima puluh tiga tahun. An-Nawawi dan Al-Asykari dan lainya menyebutkan bahwa Zainab r.a. merupakan wanita yang pertama kali dibuatkan usungan jenazah, berdasarkan apa yang diisyaratkan Asma’ binti Umais r.a.
~ Kabar gembira masuk surga
“Dan barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah akan memasukanya kedalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya, dan itulah kemenangan yang besar”. (Q.S An-Nissa : 13).
Ummul Mukminin Zainab binti Jahsy r.a. menjalani hidup jauh dari kemewahan dunia, dia lebih mengutamakan kehidupan akhirat, dia menjadikan kehidupan di dunia sebagai tempat untuk bercocok tanam untuk di akhirat dan menyadari bahwa dunia ini tidak dapat menyamai satu sayap lalatpun di sisi Allah, karena itu Dia beralih ke kehidupan beribadah dan mengasingkan diri, khususnya setelah wafat Rasulullah SAW.
Ummul Mukminin Zainab binti Jahsy mendapatkan kabar gembira sebagai penghuni surga dari Rasulullah SAW, karena dialah istri beliau yang pertama kali bersua dengan beliau di surga setelah beliau wafat. Di dalam Ash-shohihin disebutkan dan lafazd ini dari Muslim melalui Aisyah binti Thalhah, dari Aisyah Ummul Mukminin, dia berkata, “Orang yang lebih dulu bersua dengan ku ialah yang paling panjang tangannya diantara kalian”. Aisyah menuturkan, maka kamipun saling mengukur siapa diantara kami yang paling panjang tangannya, ternyata yang panjang tangannya adalah Zainab, karena dia biasa melakukan pekerjaan dengan tangannya sendiri dan juga banyak bershadaqah (bukan panjang tangan menurut dzahirnya).
Zainab juga sebagai perawi hadist Rasulullah saw sebanyak sebelas hadist sebagian diantaranya ditakhrij di As-Shahihain, dua hadist disepakati Al-Bukhari dan Muslim, adz-Dzahabi menyebutkan bahwa hadistnya disebutkan di Kutubus-sittah. Adapun yang meriwayatkan darinya ialah anak saudaranya yaitu Muhammad bin Abdullah Bin Jahsy, Ummul-Mukminin Ummu Habibah dan zainab bintu Abu Salamah.
Wallahu'alam
Zainab dikenal sebagai seorang wanita yang diberkahi karena yang temasuk lebih dahulu masuk Islam, ikut berjihad dan berhijrah, yang sabar serta zuhud. Abu Nua’im Al-Asybahany memulai biografi shahabiyahnya, dalam “Al-Hilyah”, berkata: “dia adalah seorang wanita yang khusyu”.
Tentang Zainab, Aisyah berkata, “Semoga Allah mengasihi Zainab. Dia banyak menyamaiku dalarn kedudukannya di hati Rasulullah. Aku belum pernah melihat wanita yang lebih baik agamanya daripada Zainab. Dia sangat bertakwa kepada Allah, perkataannya paling jujur, paling suka menyambung tali silaturahmi, paling banyak bersedekah, banyak mengorbankan diri dalam bekerja untuk dapat bersedekah, dan selalu mendekatkan diri kepada Allah. Selain Saudah, dia yang memiliki tabiat yang keras.”
~ Nasab dan keluarganya.
* Ayahnya: Jahsyi bin Ri`ab bin Yu'ammar bin Shabrah bin Kabir bin Ghanam bin Dudan bin Asad bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan. Jahsyi adalah sekutu bagi pembesar Quraisy, Abdul Muthalib.[1]
* Ibunya: Umaimah binti Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Lu`ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan. Umaimah adalah bibi dari Nabi Muhammad.
* Saudaranya adalah pembawa bendera yang pertama kali dikibarkan dalam Islam dan orang yang pertama kali dipanggil Amirul mukminin, juga salah seorang syuhada’ yaitu, Abdulah bin jahsyi r.a. Saudaranya yang lain adalah penyair Islam, yaitu Abu-Ahmad bin Jahsyi dan saudara perempuanya termasuk wanita yang terlebih dahulu masuk Islam, yaitu Humnah binti Jahsyi (isteri Mushab bin umair) dan Ummu Habib binti Jahsy (isteri Abdurrahman bin Auf).
~ Kehidupannya
Zainab yang cantik dibesarkan di tengah keluarga yang terhormat, sehingga tidak heran jika orang-orang Quraisy rnenyebutnya dengan perempuan Quraisy yang cantik.
Zainab termasuk wanita pertarna yang memeluk Islam. Allah pun telah menerangi hati ayah dan keluarganya sehingga memeluk Islam. Dia hijrah ke Madinah bersama keluarganya. Ketika itu dia masih gadis walaupun usianya sudah layak menikah.
~ Pernikahannya dengan Zaid bin Haritsah
Ketika Islam yang hanif datang, diantara tujuannya adalah menghilangkan perbedaan antara ummat manusia yang didasarkan pada suatu fanatisme dan kebutaan jahiliyah, menjadi tidak ada kelebihan yang dimiliki seseorang kecuali dengan takwa. Jadi, takwa merupakan timbangan Islam, dan Nabi Muhammad SAW ingin mengimplementasikan timbangan ini dengan mewujudkan persamaan antara manusia secara praktis. Diantara salah satu caranya ialah dengan menikahkan Zainab binti Jahsy r.a. yang masih terhitung kerabat dekat beliau dengan mantan budak, anak angkat beliau sendiri yaitu Zaid bin Haritsah r.a. dengan begitu perbedaan-perbedaan itu dapat disingkirkan. Beliau menyampaikan hal tersebut kepada Zainab dan melamarkannya untuk Zaid bin Haritsah r.a.
Zaid adalah orang yang pertama kali memeluk Islam dari kalangan budak. Dia senantiasa berada di dekat Nabi, terutama setelah dia rneninggalkan Mekah, sehingga beliau sangat mencintainya, bahkan beliau pernah bersabda tentang Zaid,
“Orang yang aku cintai adalah orang yang telah Allah dan aku beri nikmat. (HR. Ahmad)
Allah telah memberikan nikmat kepada Zaid dengan keislamannya dan Nabi telah memberinya nikmat dengan kebebasannya. Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, beliau mempersaudarakan Zaid dengan Hamzah bin Abdul Muththalib. Dalam banyak peperangan, Zaid selalu bersama Rasulullah, dan tidak jarang pula dia ditunjuk untuk menjadi komandan pasukan. Tentang Zaid, Aisyah pernah berkata, “Rasulullah tidak mengirimkan Zaid ke medan perang kecuali selalu menjadikannya sebagai komandan pasukan, Seandainya dia tetap hidup, beliau pasti menjadikannya sebagai pengganti beliau.”
Semula Zainab membenci Zaid dan menentang menikah dengannya, begitu juga dengan saudara laki-lakinya. Menurut mereka, bagaimana mungkin seorang gadis cantik dan terhormat menikah dengan seorang budak? Rasulullah menasihati mereka berdua dan menerangkan kedudukan Zaid di hati beliau, sehingga turunlah ayat kepada mereka:
“Dan tidaklah patut bagi laki -laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.“ (Q.S. Al-Ahzab: 36)
Akhirnya Zainab menikah dengan Zaid sebagai pelaksanaan atas perintah Allah, meskipun sebenarnya Zainab tidak menyukai Zaid. Melalui pernikahan itu Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam. ingin menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan di antara manusia kecuali dalam ketakwaan dan amal perbuatan mereka yang baik. Pernikahan itu pun bertujuan untuk menghilangkan tradisi jahiliah yang senang membanggakan diri dan keturunan.
Seperti yang kita ketahui Zainab berasal dan golongan terhormat, sedangkan Zaid bin Haritsah adalah budak Rasulullah yang sangat beliau sayangi, sehingga kaum muslimin menyebutnya sebagai orang kesayangan Rasulullah. Zaid berasal dari keluarga Arab yang kedua orang tuanya beragama Nasrani. Ketika masih kecil, dia berpisah dengan kedua orang tuanya karena diculik, kemudian dia dibeli oleh Hakam bin Hizam untuk bibinya, Khadijah binti Khuwailid r.a., lalu dihadiahkannya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam.
Ayah Zaid, Haritsah bin Syarahil, senantiasa mencarinya hingga dia mendengar bahwa Zaid berada di rumah Rasulullah. Ketika Rasulullah menyuruh Zaid memilih antara tetap bersama beliau atau kembali pada orang tua dan pamannya, Zaid berkata, “Aku tidak menginginkan mereka berdua, juga tidak menginginkan orang lain yang engkau pilihkan untukku. Engkau bagiku adalah ayah sekaligus paman.” Setelah itu, Rasulullah mengumumkan pembebasan Zaid dan pengangkatannya sebagai anak. Dia senantiasa berada di dekat Nabi, terutama setelah dia rneninggalkan Mekah.
Kehidupan rumah tangga Zaid dan Zainab berlangsung selama setahun, kemudian muncullah perselisihan di antara mereka, apalagi setelah Islam menghapuskan status anak angkat. Hal ini menyebabkan Zainab merasa lebih tinggi daripada Zaid, maka semakin hari hubungan mereka semakin tidak harmonis.
Di depan Zaid, Zainab selalu membangga-banggakan dirinya sehingga menyakiti hati Zaid. Zaid menghadap Rasulullah untuk mengadukan perlakukan Zainab terhadap dirinya. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. menyuruhnya untuk bersabar, dan Zaid pun mengikuti nasihat beliau. Akan tetapi, dia kembali menghadap Rasulullah dan menyatakan bahwa dirinya tidak mampu lagi hidup bersama Zainab.
Mendengar itu, beliau bersabda, “Pertahankan terus istrimu itu dan bertakwalah kepada Allah.” Kemudian beliau mengingatkan bahwa pernikahan itu merupakan perintah Allah. Beberapa saat kemudian turunlah ayat, “Pertahankan terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah.” Zaid berusaha menenangkan din dan bersabar, namun tingkah laku Zainab sudah tidak dapat dikendalikan, akhirnya terjadilah talak. Selanjutnya, Zainab dinikahi Rasulullah.
Rasulullah SAW menyadari bahwa perceraian antara keduanya memang harus terjadi dan Allah memerintahkan beliau untuk menikahi Zainab dalam rangka menghapus bid’ah anak angkat. Jibril sebelumnya sudah memberitahukan, bahwa Zainab akan menjadi isteri beliau dan Allah akan menggugurkan pernikahan Zaid dengan Zainab, dalam rangka menghapus tradisi jahiliyah.
Rasulullah merasakan tekanan tersendiri karena masalah ini pasti akan menjadi pusat gunjingan, karena Muhammad SAW telah menikahi mantan isteri anak angkatnya. Beliau merasa bimbang karena hal ini, dan khawatir terhadap isu yang akan disebarkan orang-orang munafik serta Yahudi. Namun Allah menegur beliau akan perasaan ini, dan memerintahkan beliau agar tidak usah menghiraukan orang-orang yang suka menggunjing tentang apa yang dihalalkan Allah.
Prinsip dasar yang melatarbelakangi pernikahan Rasulullah dengan Zainab binti Jahsy adalah untuk menghapuskan tradisi pengangkatan anak yang berlaku pada zaman jahiliah. Artinya, Rasulullah ingin menjelaskan bahwa anak angkat tidak sama dengan anak kandung, seperti halnya Zaid bin Haritsah yang sebelum turun ayat Al-Qur’an telah diangkat sebagai anak oleh beliau. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka,’ itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudara seagama dan maula-maulamu.” (QS. Al-Ahzab:5)
Karena itu, seseorang tidak berhak mengakui hubungan darah dan meminta hak waris dan orang tua angkat (bukan kandung). Karena itulah Rasulullah menikahi Zainab setelah bercerai dengan Zaid yang sudah dianggap oleh orang banyak sebagai anak Muhammad. Allah telah menurunkan wahyu agar Zaid menceraikan istrinya kemudian dinikahi oleh Rasulullah. Pada mulanya Rasulullab tidak memperhatikan perintah tersebut, bahkan meminta Zaid mempertahankan istrinya. Karena itulah turun wahyu yang menampakkan sebab pernikahan Nabi saw dengan Zainab,
“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya, ‘Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah, ‘sedang kamu menyembunyikan dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah- lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak- anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluan daripada istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.“ (QS. Al-Ahzab:37)
Ayat di atas merupakan perintah Allah agar Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam. menikahi Zainab dengan tujuan meluruskan pemahaman keliru tentang kedudukan anak angkat.
~ Menjadi Ummul-Mukminin
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. mengutus seseorang untuk mengabari Zainab tentang perintah Allah tersebut. Betapa gembiranya hati Zainab mendengar berita tersebut, dan pesta pernikahan pun segera dilaksanakan serta dihadiri warga Madinah.
Zainab mulai memasuki rurnah tangga Rasulullah dengan dasar wahyu Allah. Dialah satu-satunya istri Nabi yang berasal dan kerabat dekatnya. Rasulullah tidak perlu meminta izin jika memasuki rumah Zainab sedangkan kepada istri-istri lainnya beliau selalu meminta izin. Kebiasaan seperti itu ternyata menimbulkan kecemburuan di hati istri Rasul lainnya.
Zainab berkata kepada Nabi, “Aku adalah istrimu yang terbesar haknya atasmu, aku utusan yang terbaik di antara mereka, dan aku pula kerabat paling dekat di antara mereka. Allah menikahkanku denganmu atas perintah dan langit, dan Jibril yang membawa perintah tersebut. Aku adalah anak bibimu. Engkau tidak memiliki hubungan kerabat dengan mereka seperti halnya denganku.” Zainab sangat mencintai Rasulullah dan merasakan hidupnya sangat bahagia. Akan tetapi, dia sangat pencemburu terhadap istri Rasul lainnya, sehingga Rasulullah pernah tidak tidur bersamanya selama dua atau tiga bulan sebagai hukuman atas perkataannya yang menyakitkan hati Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab wanita Yahudiyah itu.
Zainab bertangan terampil, menyamak kulit dan menjualnya, juga mengerjakan kerajinan sulaman, dan hasilnya diinfakkan di jalan Allah.
~ Ayat Hijab
Diantara barakah Zainab ummul mukminin r.a. dan keutamaanya adalah turunnya ayat hijab, Al-Bukhori dan Al-Muslim serta yang lainya meriwayatkan kisah turunnya ayat hijab dari anas bin Malik r.a, beliau berkata: “Walimah Rasulullah SAW dengan Zainab berupa roti dan daging. Aku diutus untuk menyampaikan undangan, aku terus menyampaikan undangan sampai aku tidak lagi mendapatkan undangan, yang ada hanyalah tiga orang yang sedang berbincang-bincang. Maka Rasulullah keluar dan pergi ke bilik isteri-isteri beliau dan mengucapkan “Assalamualaikum ya ahlal bait rahmatullah” kemudian mereka menjawab “Allaikas-salam wa rahmatullah”. Kemudian Nabi SAW kembali ke rumah, ternyata tiga orang tersebut masih berada di sana sambil berbincang-bincang. Kemudian Nabi keluar lagi sampai ia mendapat kabar bahwa mereka sudah pergi, maka beliau kembali lagi, dan ketika beliau melangkahkan kaki di ambang pintu, yang satu di luar dan yang satu di dalam beliau menjulurkan kain tabir antara diriku dan beliau. Lalu turun ayat hijab, yaitu firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memasuki rumah-rumah Nabi kecuali kalian diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kalian diundang maka masuklah, dan bila kamu selesai makan keluarlah kamu tampa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepada kalian (untuk menyuruh kalian), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kalian meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri- istri Nabi) maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikan itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka. Dan tidak boleh kalian menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak pula mengawini istri-istrinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatannya amat besar (dosanya) di sisi Allah. (Al- Ahzab : 53).
Ayat hijab turun sebagai pelajaran dan petunjuk bagi manusia, agar mereka tidak masuk rumah Nabi SAW tanpa izin. Jika mereka diundang untuk makan, maka mereka boleh memasukinya, kemudian jika sudah makan, mereka harus segera pergi, tidak boleh berlama-lama di sana dan juga tidak boleh berbincang-bincang.
Turunnya ayat hijab itu karena pengakuan terhadap sikap Umar bin Al-Khaththab r.a. Dalam riwayat Al-Bukhory dari Anas bin Malik: Umar berkata, “Wahai Rasullullah, orang yang baik dan buruk masuk rumah engkau. Sekiranya engkau menyuruh Ummahatul-Mukminin untuk berhijab”. Karena itulah turun ayat ini.
Di dalam Ath-Thabaqat Al-Kubra, Ibnu Sa’ad menyebutkan dari Anas, dia berkata, “Pertama kali turun ayat hijab saat pernikahan Rasulullah dengan Zainab binti Jahsy. Hal itu terjadi pada tahun kelima setelah hijrah. Semenjak itu Rasulullah memberlakukan hijab terhadap istri- istri beliau. Pernikahan beliau dengan Zainab merupakan barakah atas wanita-wanita Muslimah hingga hari kiamat, karena hijab diwajibkan atas putri- putri hawa, agar menjadi petunjuk kemuliaan, kesucian dan kebersihan.
~ Bersama Rasulullah Dalam Peperangan dan Haji
Ketika Rasulullah pergi ke Tha’if beliau disertai dua istri beliau, yaitu Ummu Salamah dan Zainab R.a. Pada saat itu beliau mendirikan dua perkemahan, lalu beliau shalat di antara dua perkemahan tersebut, selama beliau melakukan pengepungan terhadap Tha’if.
Ketika haji wada’, Zainab Ummul-Mukminin r.a. juga ikut bersama Rasulullah. Pada saat itu beliau bersabda kepada para istri-istri beliau, “Sejak saat ini kalian tidak keluar lagi dari rumah dan hendaklah kalian berada di atas tikar saja”. Pada saat itu semua istri beliau ikut menunaikan haji kecuali Saudah binti Zum’ah.
Zainab bintu Jahsy berkata, “Tidak ada hewan tunggangan yang dapat menggerakkan kami sepeninggal Rasulullah SAW”. Ibnu Sa’ad menyebutkan di dalam Ath-Thabaqat, dengan sanadnya, dia berkata, “Zainab binti Jahsy tidak pernah lagi menunaikan haji setelah dia ikut menunaikan haji bersama Rasulullah, hingga dia meninggal dunia. Zainab menyadari wasiat Rasulullah ketika beliau bersabda kepada para istri beliau, “Siapa pun di antara kalian yang bertakwa kepada Allah dan tidak melakukan kekejian yang nyata, tetap berada di dalam rumahnya, maka dia adalah istriku di akhirat”.
~ Kemuliaan dan kezuhudan Zainab bintu Jahsy
Beliau bukanlah tipe orang yang suka menumpuk harta atau apapun dari kesenangan dunia. Dia melakukan segala pekerjaanya sendiri, menyamak kulit, menjahit lalu menjualnya serta menshadaqahkan hasilnya di jalan Allah. Yang paling meunjukkan kemuliaanya adalah do’anya, di samping zuhudnya dalam masalah harta sebanyak apapun harta yang ada ditangannya. Diceritakan oleh Barzah bintu Raf’i dia berkata, “Ketika pembagian harta harus disalurkan, maka Umar Al-Khattab mengirim utusan untuk memberikan bagian untuk Zainab, ketika bagian itu sudah sampai kepada Zainab maka dia berkata, “Semoga Allah mengampuni Umar. Saudari-saudariku yang lain lebih membutuhkan bagian ini dari pada diriku”, kemudian para utusan itu bekata, ”ini semua memang menjadi milik engkau”, Zainab berkata ”Subhanallah”. Dia memasang kantong kain dan berkata, “Tumpahkan harta itu disini” kemudian berkata kepadaku “Masukkan tanganmu dan ambil segenggam harta ini lalu pergilah kebani fulan dan bani fulan”. Dia menyebut beberapa orang kerabat dan anak-anak yatim mereka, maka yang tersisa di dalam kain itu hanya sedikit harta. Aku berkata, “Semoga Allah mengampuni engkau wahai Ummul-Mukminin. Demi Allah kita juga memiliki hak terhadap harta ini”. Kemudian Zainab berkata, “Kalian berhak mendapatkan apa yang menyisa di bawah kain itu”. Ternyata yang tersisa hanya delapan puluh lima dirham, lalu dia menengadahkan tangan ke langit dan berkata, “Ya Allah, semoga aku tidak mau lagi menerima pemberian dari Umar setelah tahun ini”, maka pada tahun itu pula Zainab meninggal dunia.
Sebagai tambahan gambaran kezuhudan Zainab, ada riwayat Ibnu Sa’d dalam thabaqaatnya berkata, “Zainab binti Zahsy r.a. tidak pernah meningalkan satu dirhampun, dia mensadaqahkan apapun yang ada ditangannya, sehingga dia menjadi tempat berlindung orang-orang miskin.
~ Wafat
Pada tahun ke-20 H bertepatan dengan 641 M, Zainab Ummul Mukminin r.a. merasakan dekatnya saat untuk bersua dengan Allah, dan dia selalu siap untuk perjumpaan yang diberkahi ini, maka ketika ajal menghapirinya dia berkata, “Aku sudah menyiapkan kain kafanku, dan pasti Umar akan mengirimkan kain kafan kepadaku, maka jika dia mengirimkanya untukku maka shadaqahkanlah salah satu diantaranya. Jika kalian mampu menjulurkan kain kafan ke seluruh jasadku, lalu kalian mensadaqahkan kain selimutku, maka lakukanlah”.
Zuhud di dunia dan kesenangannya untuk bershadaqah dan berbuat kebajikan nampak pada saat-saat sakaratul maut. Alangkah mulia ummul mukminin Zainab binti Jahsy, dia adalah ibu orang-orang miskin, semoga Allah meridhainya dan membuatnya ridha. Pada detik-detik terakhir itu dia berwasiat agar jasadnya diusung dengan dipan Rasulullah SAW, dan setelah itu dia menutup mata untuk selama-lamanya. Dia adalah isteri Nabi SAW yang pertama kali bersua dengan beliau.
Ketika kabar kematianya sampai kepada Umar, maka dia berseru, “ketahuilah, tidak boleh ada yang masuk ke rumah Zainab kecuali kaum kerabatnya sendiri”. Umar juga memerintahkan agar memasang tabir penutup. Asma binti Umais r.a. berkata, “Aku pernah melihat penduduk Habasyah biasa membuat usungan mayat. Maka dibuatlah usungan mayat bagi Zainab, lalu usungan itu diselimuti kain, Umar melihat hal itu bagus, maka dia berkata, “Ini adalah tandu tertutup yang paling bagus”. Barulah setelah itu Umar menyuruh orang-orang, “Pergilah kalian ke rumah ibu kalian!”. Maka orang-orang muslim mengiringi jenazah Ummul Mukminin Zainab binti Jahsy r.a. beserta saudaranya, Abu Ahmad bin Jahsy r.a. ikut mengusung dipan saudarinya
Al-Imam An-Nawai Rahimahullah menyebutkan bahwa Zainab dikuburkan di baqi’. Yang menjadi Imam ketika menshalatinya ialah Umar bin khattab, yang turun ke dalam kuburnya adalah Usamah bin zaid, Muhammad bin abdullah bin Jahsy, Abdullah bin Ahmad bin Jahsy dan Muhammad bin Talhah bin Abdullah, anak saudarinya Humnah, mereka semua termasuk mahram Zainab r.a. Saat meninggal dunia, Zainab berusia lima puluh tiga tahun. An-Nawawi dan Al-Asykari dan lainya menyebutkan bahwa Zainab r.a. merupakan wanita yang pertama kali dibuatkan usungan jenazah, berdasarkan apa yang diisyaratkan Asma’ binti Umais r.a.
~ Kabar gembira masuk surga
“Dan barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah akan memasukanya kedalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya, dan itulah kemenangan yang besar”. (Q.S An-Nissa : 13).
Ummul Mukminin Zainab binti Jahsy r.a. menjalani hidup jauh dari kemewahan dunia, dia lebih mengutamakan kehidupan akhirat, dia menjadikan kehidupan di dunia sebagai tempat untuk bercocok tanam untuk di akhirat dan menyadari bahwa dunia ini tidak dapat menyamai satu sayap lalatpun di sisi Allah, karena itu Dia beralih ke kehidupan beribadah dan mengasingkan diri, khususnya setelah wafat Rasulullah SAW.
Ummul Mukminin Zainab binti Jahsy mendapatkan kabar gembira sebagai penghuni surga dari Rasulullah SAW, karena dialah istri beliau yang pertama kali bersua dengan beliau di surga setelah beliau wafat. Di dalam Ash-shohihin disebutkan dan lafazd ini dari Muslim melalui Aisyah binti Thalhah, dari Aisyah Ummul Mukminin, dia berkata, “Orang yang lebih dulu bersua dengan ku ialah yang paling panjang tangannya diantara kalian”. Aisyah menuturkan, maka kamipun saling mengukur siapa diantara kami yang paling panjang tangannya, ternyata yang panjang tangannya adalah Zainab, karena dia biasa melakukan pekerjaan dengan tangannya sendiri dan juga banyak bershadaqah (bukan panjang tangan menurut dzahirnya).
Zainab juga sebagai perawi hadist Rasulullah saw sebanyak sebelas hadist sebagian diantaranya ditakhrij di As-Shahihain, dua hadist disepakati Al-Bukhari dan Muslim, adz-Dzahabi menyebutkan bahwa hadistnya disebutkan di Kutubus-sittah. Adapun yang meriwayatkan darinya ialah anak saudaranya yaitu Muhammad bin Abdullah Bin Jahsy, Ummul-Mukminin Ummu Habibah dan zainab bintu Abu Salamah.
Wallahu'alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar