Khadijah adalah Ummul Mukminin istri Rasulullah yang pertama, wanita pertama yang mempercayai risalah Rasulullah, dan wanita pertama yang melahirkan putra-putri Rasulullah. Beliau merelakan harta benda yang dimilikinya untuk kepentingan jihad di jalan Allah. Dialah orang pertama yang mendapat kabar gembira bahwa dirinya adalah ahli surga.
Nama lengkapnya adalah Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai. Khadijah al-Kubra, anak perempuan dari Khuwailid bin Asad dan Fatimah binti Za'idah, berasal dari kabilah Bani Asad dari sukuQuraisy. Ia merupakan wanita as-Sabiqun al-Awwalun.
Khadijah binti Khuwailid adalah sebaik-baik wanita ahli surga. Ini sebagaimana sabda Rasulullah, “Sebaik-baik wanita ahli surga adalah Maryam binti Imran dan Khadijah binti Khuwailid.”
Khadijah lahir sekitar tahun 555/565/570, beliau berasal dari golongan pembesar Mekkah. wanita bangsawan, cantik, hartawan, dan budiman..
Khadijah bisa hidup mewah dengan hartanya sendiri.Suami pertama Khadijah adalah Abu Halah at-Tamimi, yang wafat dengan meninggalkan kekayaan yang banyak, juga jaringan perniagaan yang luas dan berkembang. Pernikahan kedua Khadijah adalah dengan Atiq bin Aidz bin Makhzum, yang juga wafat dengan meninggalkan harta dan perniagaan. Dengan demikian, Khadijah menjadi orang terkaya di kalangan suku Quraisy.
Karena keutamaan ãkhlak dan sifat terpujinya,kalangan Quraisy memberikan penghargaan dan penghormatan yang tinggi kepada Sayyidah Khadijah dengan julukan wanita suci.
Pernikahanya dengan Rosulullah
Menikah dengan Nabi Muhammad, ketika berumur 40 tahun, manakala Nabi Muhammad berumur 25 tahun.
Dalam garis silsilah nasab, Ayah beliau bertemu dengan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pada kakek yang ke empat yaitu Qusai bin Kilab, sedangkan ibunya bertemu dalam silsilah keturunan bersama Nabi pada kakeknya yang kedelapan yaitu Lu’ay bin Ghalib.
Muhammad bin Abdullah adalah seorang pemuda dari Kaum Quraisy yang wara, takwa, dan jujur. Sejak usia lima belas tahun, Muhammad bin Abdullah telah diajak oleh Maisarah untuk menyertainya berdagang.
Selama berniaga dengan Muhammad bin Abdullah, Maisarah sering mendapat keuntungan yang sangat besar akibat dari kejujuran Muhammad dalam berdagang. Selain itu selama berniaga, dia melihat gulungan awan tebal yang senantiasa mengiringi Muhammad yang seolah-olah melindungi beliau dari sengatan matahari. Dia pun mendengar seorang rahib yang bernama Buhairah, yang mengatakan bahwa Muhammad adalah laki-laki yang akan menjadi nabi yang ditunggu-tunggu oleh orang Arab sebagaimana telah tertulis di dalam Taurat dan Injil. Semua hal tersebut diceritakan Maisarah kepada Khadijah.
Mendengar cerita dari Maisarah, menimbulkan kecenderungan perasaan Khadijah terhadap Muhammad, sehingga dia menemui anak pamannya, Waraqah bin Naufal. Waraqah mengatakan bahwa akan muncul nabi besar yang dinanti-nantikan manusia dan akan mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya Allah. Penuturan Waraqah itu menjadikan niat dan kecenderungan Khadijah terhadap Muhammad semakin bertambah, sehingga dia ingin menikah dengan Muhammad. Setelah itu dia mengutus Nafisah, saudara perempuan Ya’la bin Umayyah untuk meneliti lebih jauh tentang Muhammad, sehingga akhirnya Muhammad diminta menikahi Khadijah.
Khadijah lah yang lebih dahulu mengajukan permohonan untuk meminang Muhammad, yang pada saat itu bangsa Arab jahiliyah memiliki adat, pantang bagi seorang wanita untuk meminang pria dan semua itu terjadi dengan adanya usaha orang ketiga, yaitu Nafisah Binti Munyah, 'Atiqah dan peminangan dibuat melalui paman Muhammad (SAW) yaitu Abu Thalib.
Keluarga terdekat Khadijah tidak menyetujui rencana pernikahan ini. Namun Khadijah sudah tertarik oleh kejujuran, kebersihan dan sifat-sifat istimewa Muhammad ini, sehingga ia tidak memedulikan segala kritikan dan kecaman dari keluarga dan kerabatnya.
Khadijah yang juga seorang yang cerdas, mengenai ketertarikannya kepada Nabi Muhammad mengatakan, Jika segala kenikmatan hidup diserahkan kepadaku, dunia dan kekuasaan para raja Persia dan Romawi diberikan kepadaku, tetapi aku tidak hidup bersamamu, maka semua itu bagiku tak lebih berharga daripada sebelah sayap seekor nyamuk.
Peristiwa pernikahan Muhammad (SAW) dengan Khadijah (r.a) berlangsung pada hari Jum’at, dua bulan sesudah kembali dari perjalanan niaga ke negeri Syam. Bertindak sebagai wali Khadijah r.a ialah pamannya bernama ‘Amir bin Asad. Waraqah bin Naufal membacakan khutbah pernikahan dengan fasih, disambut oleh Abu Thalib sebagai berikut: Alhamdu Lillaah, segala puji bagi Allah Yang menciptakan kita keturunan (Nabi) Ibrahim, benih (Nabi) Ismail, anak cucu Ma’ad, dari keturunan Mudhar. Begitupun kita memuji Allah SWT Yang menjadikan kita penjaga rumah-Nya, pengawal Tanah Haram-Nya yang aman sejahtera, dan menjadikan kita hakim terhadap sesama manusia.
Sesungguhnya anak saudaraku ini, Muhammad bin Abdullah, kalau akan ditimbang dengan laki-laki manapun juga, niscaya ia lebih berat dari mereka sekalian. Walaupun ia tidak berharta, namun harta benda itu adalah bayang-bayang yang akan hilang dan sesuatu yang akan cepat perginya. Akan tetapi Muhammad , tuan-tuan sudah mengenalinya siapa dia. Dia telah melamar Khadijah binti Khuwailid. Dia akan memberikan mas kawin lima ratus dirham yang akan segera dibayarnya dengan tunai dari hartaku sendiri dan saudara-saudaraku.
Demi Allah SWT, sesungguhnya aku mempunyai firasat tentang dirinya bahwa sesudah ini, yakni di saat-saat mendatang, ia akan memperolehi berita gembira (albasyaarah) serta pengalaman-pengalaman hebat. “Semoga Allah memberkati pernikahan ini.Nabi menikah bersamanya dengan mahar dua puluh unta betina’
Selesai upacara dan tamu-tamu bubar, Khadijah (r.a) membuka isi hati kepada suaminya dengan ucapan: Hai Al-Amiin, bergembiralah! Semua harta kekayaan ini baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, yang terdiri dari bangunan-bangunan, rumah-rumah, barang-barang dagangan, hamba-hamba sahaya adalah menjadi milikmu. Engkau bebas membelanjakannya ke jalan mana yang engkau redhai !
Itulah sebagaimana Firman Allah SWT yang bermaksud: “Dan Dia (Allah) mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kekayaan”. (Adh-Dhuhaa: 8) Alangkah bahagianya kedua pasangan mulia itu, hidup sebagai suami isteri yang sekufu, sehaluan, serasi dan secita-cita.
Khadijah yang istimewa
Imam adz-Dzahabi mengatakan tentang beliau: ‘Khadijah Seorang yang sangat berakal lagi terhormat, teguh beragama, terjaga dari sifat keji lagi mulia, yang termasuk penghuni surga. Adalah Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam biasa memujinya dan mengutamakan dirinya dari semua istri-istrinya. Sehingga beliau sangat mengaguminya, sampai kiranya Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan: ‘Aku tidak pernah merasa cemburu terhadap madu yang lainnya melebihi kecemburuanku pada Khadijah, dikarenakan saking seringnya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam menyebut-yebut dirinya’.
Dari penuturan Aisyah, Nabi selalu menyebut nama Khadijah setiap hari sebelum keluar rumah. Aisyah yang cemburu mengatakan,
"Bukankah? ia hanya seorang tua bangka? Sungguh Allah telah memberimu ganti yang baik," kata Aisyah.
Nabi sangat marah sampai rambutnya bergetar, Nabi menjawab "Tidak, Demi Allah tidak ada ganti yang lebih baik daripadanya. Dia beriman ketika semua ingkar. Ia membenarkanku kala semua orang mendustakanku. Ia mencurahkan hartanya ketika orang lain tidak. Darinya Allah mengaruniakan aku anak dan perempuan lain tidak,"
Sejak itu Aisyah tidak lagi menyinggung tentang Khadijah dan menyadari keutamaan Khadijah. Tidak sampai situ, semua yang berhubungan dengan Khadijah, Rasulullah pasti memuliakannya, seperti memberikan bagian sembelihan terbaik kepada sahabat dan keluarga Khadijah.
Bahkan suatu kali, hati Nabi berdetak cepat dan gemetar saat dirinya mendengar suara yang amat mirip dengan suara Khadijah. "Ya, Allah ternyata Halah," dikutip dari Shahih Bukhari
Halah adalah saudari Khadijah yang datang bertamu kepada Nabi. Lantas Nabi langsung menyambutnya dengan hangat.
Setelah hijrah, Rasulullah pun kembali ke Mekkah dan mendirikan tenda pasukan di seberang Gunung Hajun. "Khadijah, Khadijah sedang berbaring di sini...," kata Nabi saat ditanya sahabat.
Diriwayatkan dalam hadits shahih, dari Abu Hurairah r.a., dia berkata :Jibril datang kepada Nabi SAW, lalu berkata :”Wahai, Rasulullah, ini Khadijah telah datang membawa sebuah wadah berisi kuah, makanan atau minuman. Apabila dia datang kepadamu, sampaikan kepadanya salam dari Tuhan-nya dan beritahukan kepadanya tentang sebuah rumah di syurga, (terbuat) dari mutiara yang tiada suara ribut di dalamnya dan tiada kepayahan.
Dalam banyak kegiatan peribadatan Nabi Muhammad, Khadijah pasti bersama dan membantunya, seperti menyediakan air untuk mengambil wudhu. Nabi Muhammad menyebut keistimewaan terpenting Khadijah dalam salah satu sabdanya, “Di saat semua orang mengusir dan menjauhiku, ia beriman kepadaku. Ketika semua orang mendustakan aku, ia meyakini kejujuranku. Sewaktu semua orang menyisihkanku, ia menyerahkan seluruh harta kekayaannya kepadaku.”
Sewaktu malaikat turun membawa wahyu kepada Muhammad maka Khadijah adalah orang pertama yang mengakui kenabian suaminya, dan wanita pertama yang memeluk Islam. Dia turut menenangkan hati Rasulullah, di kala kegalauan Nabi sewaktu wahyu pertama turun. Khadijah (r.ha) berkata, Tidak demikian, tetapi bergembiralah. Maka demi Allah, Allah takkan Mencelakakan engkau selamanya; engkau suka menyambungkan tali silaturahim, dan selalu jujur dalam bicara, meringankan derita orang lain, menyantuni orang tak mampu, menjamu tamu, dan menolong orang lain untuk mendapatkan haknya.
Sepanjang hidupnya bersama Nabi, Khadijah begitu setia menyertainya dalam setiap peristiwa suka dan duka. Setiap kali suaminya ke Gua Hira’, ia pasti menyiapkan semua perbekalan dan keperluannya. Seandainya Nabi Muhammad agak lama tidak pulang, Khadijah akan melihat untuk memastikan keselamatan suaminya. Sekiranya Nabi Muhammad khusyuk bermunajat, Khadijah tinggal di rumah dengan sabar sehingga Beliau pulang. Apabila suaminya mengadu kesusahan serta berada dalam keadaan gelisah, dia coba sekuat mungkin untuk mententram dan menghiburkan, sehingga suaminya benar-benar merasa tenang. Setiap ancaman dan penganiayaan dihadapi bersama.
Keturunan Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam
Setelah menikah dengan Nabi Muhammad SAW, Khadijah melahirkan dua orang anak laki-laki, yaitu Qasim dan Abdullah serta empat orang anak perempuan, yaitu Zainab, Ruqayah, Ummu Kultsum dan Fatimah. Seluruh putra dan putrinya lahir sebelum masa kenabian, kecuali Abdullah. Karena itulah, Abdullah kemudian dijuluki ath-Thayyib (yang balk) dan ath-Thahir (yang suci).
Wafatnya
Setelah berbagai upaya gagal dilakukan untuk menghentikan dakwah Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, baik itu berupa rayuan, intimidasi, dan penyiksaan, kaum Quraisy memutuskan untuk memboikot dan mengepung kaum muslimin dan menulis deklarasi yang kemudian digantung di pintu Ka’bah agar orang-orang Quraisy memboikot kaum muslimin, termasuk Rasulullah, istrinya, dan juga pamannya. Mereka terisolasi di pinggiran kota Mekah dan diboikot oleh kaum Quraisy dalam bentuk embargo atas transportasi, komunikasi, dan keperluan sehari-hari lainnya.
Beberapa hari setelah pemboikotan, Abu Thalib jatuh sakit, dan semua orang meyakini bahwa sakit kali mi merupakan akhir dan hidupnva. Abu Thalib meninggal pada tahun itu pula, maka tahun itu disebut sebagai ‘Aamul Huzni (tahun kesedihan) dalam kehidupan Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam.
Pada tahun yang sama, Sayyidah Khadijah sakit keras akibat beberapa tahun menderita kelaparan dan kehausan karena pemboikotan itu. Semakin hari, kondisi badannya semakin menurun, sehingga Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam semakin sedih.
DETIK - DETIK WAFATNYA UMMUL MUKMININ KHADIJJAH R.HA
Dalam kitab Al Busyro, yang ditulis Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliky al Hasani disebutkan, istri Rasulullah Khadijah wafat pada hari ke-11 bulan Ramadlan tahun ke-10 kenabian, tiga tahun sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah. Khadijah wafat dalam usia 65 tahun, saat usia Rasulullah sekitar 50 tahun.
Diriwayatkan, ketika Khadijah sakit menjelang ajal, Khadijah berkata kepada Rasululllah SAW, “Aku memohon maaf kepadamu, Ya Rasulullah, kalau aku sebagai istrimu belum berbakti kepadamu.”
Rasulullah menjawab, “Jauh dari itu ya Khadijah. Engkau telah mendukung da’wah Islam sepenuhnya”.
Kemudian Khadijah memanggil Fatimah Azzahra dan berbisik, “Fatimah putriku, aku yakin ajalku segera tiba, yang kutakutkan adalah siksa kubur. Tolong mintakan kepada ayahmu, aku malu dan takut memintanya sendiri, agar beliau memberikan sorbannya yang biasa untuk menerima wahyu agar dijadikan kain kafanku”
Mendengar itu Rasulullah berkata, “Wahai Khadijah, Allah menitipkan salam kepadamu, dan telah dipersiapkan tempatmu di surga.”
Saat itu Malaikat Jibril turun dari langit membawa lima kain kafan. Rasulullah bertanya, “Untuk siapa sajakah kain kafan itu, ya Jibril?”
“Kafan ini untuk Khadijah, engkau ya Rasulullah, Fatimah, Ali dan Hasan.”, jawab Jibril.
Jibril berhenti dan menangis. Rasulullah bertanya, “Kenapa, ya Jibril?”
“Cucumu yang satu, Husain tidak memiliki kafan, dia akan dibantai dan tergeletak tanpa kafan dan tak dimandikan.”
Rasulullah berkata di dekat jasad Khadijah, “Khadijah istrku sayang, demi Allah, aku takkan pernah mendapatkan istri sepertimu. Pengabdianmu kepada Islam dan diriku sungguh luar biasa. Allah Maha Mengetahui semua amalanmu. Semua hartamu kamu hibahkan untuk Islam. Kaun muslimin ikut menikmatinya. Semua pakaian kaum muslimin dan pakaianku ini darimu. Permohonan terakhirmu kepadaku hanyalah selembar sorban?”
“Ya Allah, ya Ilahi rabbi, limpahkanlah rahmat-Mu kepada Khadijahku, yang selalu membantuku dalam menegakkan Islam. Mempercayaiku pada saat orang lain menentangku. Menyenangkanku pada saat orang lain menyusahkanku. Menentramkanku pada saat orang lain membuatku gelisah.
Oh Khadijahku sayang, kau meninggalkanku sendirian dalam perjuanganku. Siapa lagi yang akan membantuku?”
Tiba-tiba Ali berkata, “Aku, Ya Rasulullah!”
Peristiwa wafatnya Khadijah itu sangat menusuk jiwa Rasulullah. Alangkah sedih dan pedih perasaan Rasulullah ditinggal dua orang sangat dicintai dan mendukung perjuangannya menegakkan Islam.
Dalam kisah lain diceritakan:
Seluruh kekayan Khadijah diserahkan kepada suaminya, kepada Nabi s.a.w untuk perjuangan agama ini. Dua per tiga kekayaan Kota Mekkah milik Khadijah.
Tetapi ketika Khadijah hendak menjelang wafat tidak ada kafan yang digunakan untuk menutupi jasad Khadijah bahkan pakaian yang digunakan Khadijah ketika itu adalah pakaian yang sudah sangat kumuh dengan 83 tambalan diantaranya dengan kulit kayu.
Dikisahkan, suatu hari Nabi s.a.w pulang dari pada dakwah islam, ketika pulang masuk ke dalam rumah, biasa Khadijah menyambut, berdiri di depan pintu, ketika Khadijah hendak berdiri menyambut Nabi s.a.w berkata, “wahai Khadijah tetaplah kamu ditempatmu”. Ketika itu Khadijah sedang menyusukan Fatimah yang ketika itu masi bayi.
Begitu besar pengorbanan Nabi dan Khadijah untuk agama ini, untuk bagaimana hari ini kita mengenal Allah Ta’ala, untuk bagaimana hari ini kita mengenal Sholat. Seluruh kekayaan mereka telah habis sehingga ketika Fatimah menyusu bukan air susu yang keluar akan tetapi darah. Darahlah yang keluar yang masuk dalam mulut Fatimah RA. Maka Nabi s.a.w telah mengambil ini Fatimah dan diletakkan di tempat tidur. Gantilah Nabi s.a.w berbaring di pangkuan Khadijah yang lelah seusai berjumpa dengan manusia dalam berdakwah dengan menghadapi caci maki , fitnah manusia ketika itu.
Nabi tertidur, ketika itulah Khadijah dengan belaian kasih sayang membelai kepala Nabi s.a.w.. tak terasa air mata Khadijah menetes di pipi Nabi s.a.w. Nabi pun terjaga..
“wahai Khadijah. Kenapa engkau menangis?”. “adakah engkau menyesal bersuamikan aku, Muhammad?”. “Dahulu engkau wanita bangsawan, engkau mulia, engkau hartawan..”. “..tetapi hari ini engkau telah dihina orang, semua orang telah menjauhi dirimu”. “seluruh kekayaanmu habis”. “Adakah engkau menyesal wahai Khadijah bersuamikan aku, Muhammad..?”.
Khadijahpun berkata “Wahai suamiku. Wahai Nabi Allah”. “Bukan itu yang kutangiskan”. “Dahulu aku memiliki kemuliaan, kemuliaan itu aku serahkan untuk Allah dan RosulNya”. “Dahulu aku memiliki kebangsawana, kebangsawanan itu aku serahkan untuk Allah dan RasulNya”. “Dahulu aku memiliki harta kekayaan, seluruh kekayaan itupun telah aku serahkan untuk Allah dan RasulNya”. “wahai Rosululloh”. “sekarang aku tak punya apa-apa lagi”. “Tetapi engkau masih terus memperjuangkan agama ini”. “wahai Rosululloh.. sekiranya aku mati sedangkan perjuanganmu ini belum selesai, sekiranya engkau hendak menyebrangi sebuah lautan, Engkau hendak menyebarangi sungai dan engkau tidak memperoleh rakit pun atau pun jembatan, maka Engkau galilah lubang-lubang kuburku, kau galilah kuburku, engkau ambilah tulang belulangku, kau jadikanlah sebagai jembatan untuk engkau menyebrangi sungai itu untuk jumpa dengan manusia. Ingatkan mereka tentang kebesaran Allah, Ingatkan mereka kepada yang hak, ajak mereka kepada Islam, wahai Rosululloh”.
Seorang Nabi yang agung, seorang istri yang agung , suami istri berpelukan sambil menangis memikirkan agama ini. Allahuakbar..
Karena itu, peristiwa wafatnya Khadijah sangat menusuk jiwa Rasulullah. Alangkah sedih dan pedihnya perasaan Rasulullah ketika itu. Karena dua orang yang dicintainya (Khadijah dan Abu Thalib) telah wafat, maka tahun itu disebut sebagai Aamul Huzni (tahun kesedihan) dalam kehidupan Rasulullah.
Khadijah telah hidup bersama-sama Nabi Muhammad selama 24 tahun dan wafat pada 10 Ramadan, dalam usia 64 tahun 6 bulan. Khadijah dikuburkan di dataran tinggi Mekah, yang dikenal dengan sebutan al-Hajun.Tahun meninggalnya dikenal sebagai Amul Huzni (Tahun Kesedihan).
Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam sendiri yang mengurus jenazah istrinya dan kalimat terakhir yang beliau ucapkan ketika melepas kepergiannya adalah: “Sebaik-baik wanita penghuni surga adalah Maryam binti Imran dan Khadijah binti Khuwailid.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar